BUKU “MASYARAKAT RISIKO : MENUJU MODERNITAS BARU”
KARYA ULRICH BECK
Oleh:
Freggiyanto Banyu Satria (13413241010)
Sosiologi A 2013
PENDAHULUAN
Buku ini menggambarkan
tentang manusia di zaman yang modern dimana mereka menjadi masyarakat yang
disebutnya sebagai “masyarakat risiko”. Dalam kehidupan manusia modern tidak
hanya persoalan memproduksi kemakmuran dengan menyelesaikan masalah kelangkaan
saja tetapi juga dengan mempersoalkan tentang produksi risiko yang dihasilkan
dalam proses tersebut.Kegiatan produksi kemakmuran sebagai usaha memenuhi
kelangkaan material manusia menghasilkan konsukuensi yang juga bisa menimbulkan
permasalahan lain seperti konflik, masalah lingkungan, kesehatan, dsb.Artinya,
masyarakat sekarang bukan hanya hidup di dalam konflik untuk memuaskan
kelangkaan, namun juga hidup dalam masyarakat yang bersiko.
Beck,
dengan apik menggambarkan masyrakat berisiko ini dan menjelaskan berbagai macam
konsukensi yang hadir dalam masyrakat berisiko. Konsukensi ini beragam dan
tidak hanya satu. Selain risiko itu sendiri yang menanti masyrakat tersebut,
tentunya berbagai macam fenomena dihasilkan dari interpretasi manusia akan
risiko tersebut. Seperti bagaimana politik pengetahuan mereproduksi risiko, dan
bagaimana risiko menimbulkan kesenjangan sosial. Dampak risiko bukan hanya
bersifat alami, namun juga bersifat sosial. Baik dalam interaksi, bahakan
menuju ke perubahan struktur masyarkat.
Didalam bukunya dia
juga menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat risiko menurut Beck menjadi
sebuah peradaban yang tidak stabil. Bukan hanya itu saja, beck juga menjelaskan
didalam bukunya bagaimana risiko dapat menjadi bersifat reflektif terhadap
kehidupan sosial, politik, pengetahuan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
PEMBAHASAN
Hidup
di Atas Ketidakstabilan Peradaban
Sadar
risiko dapat didefinisakan sebagai cara sistematis menangani bahaya-bahaya dan
ketamakan-ketamakan yang disebabkan dan diperkenalkan oleh modernisasi itu
sendiri. Tentu saja bukan berarti sebelum modernisasi risiko itu tidak ada,
tetapi tidak seluas dan sebesar pengaruh risiko pasca modernisasi. Ketidakstabilan
peradaban dalam masyarakat risiko ini dapat dilihat dari beberapa rangkuman
berikut:
1.
Risiko terlihat dan ditinjau pada
awalnya dari pengetahuan. Oleh karena itu, sebuah risiko dapat saja
didefinisakan terbuka, bahkan dimanipulasi melalui pengetahuan itu sendiri.
2.
Risiko merusak tatanan hukum
nasional. Risko tidak hanya akan berdampak pada masyrakat tertentu saja, karena
risiko tidak mengenal kelasb-batas sosial. Oleh karena itu, suatu dampak risiko
yang besar akan diputuskan melalui kesepakatan internasional.
3.
Risiko akan menghasilkan
komersialisasi risiko yang merupakan bentuk baru kapitalisme, dimana kebutuhan
material bisa dipuaskan sedangkan risiko tidak terbatas.
4.
Orang bisa saja makmur, tetapi
tidak bisa lepas dari pengaruh risiko. Kesadaran akan risiko mempengaruhi diri
individu.
5.
Adanya risiko menjadi sebuah
potensi politik dan reorganisasi kekuasan.
Risiko dapat dipahami
sebaagai sumber yang membentuk pertanyaan-pertanyaan, sedangkan masyarakat
tidak mengetahui jawabannya.maka, pengetahuanlah yang menentukan bagaimana
persepsi dan tindakan masyrakat terhadap risiko itu sendiri. Seringkali rationalitas
dari pengetahuan sains berbentrokan dengan rasionalitas sosial(masyarakat).
Sains menganggap rationalitasnya yang menentukan risiko dan masyraakat yang
menafsirkannya. Anggapan ini kelliru, karena masyarakat tidaklah bodoh untuk
mempercayai segala macam yang dikatakan teknisi dan ahli sains yang tentunya
digunkan untuk menutupi atau menyederhanakan bahaya itu sendiri. Pada kenyataanya
pengetahuan memiliki hasyrat untuk mengetahui
manfaat tekonologi bagi produktifitas, soal dampaknya dipikirkan
belakangan, atau bahkan sering kali tidak dipikirkan.Pengetahuan melegalisasi
dan memperdaya masyrakat tentang risiko melalui berbagai macam penjelasan yang
dirasalogis namun sebenarnya parsial. Diantaranya, bahwa risiko merupakan efek
samping yang tentunya bisa saja dicegah. Selain itu, tidak jelasnya sebab
akibat risiko dengan masalah aktual yang terjadi, karena kompleksitas risiko
lah yang bergabung menyebabkan masalah. Masih ditambah lagi dengan logika
‘level-level yang masih bisa diterima’ yang tidak jelas apa maskudnya ‘bisa
diterima?’ dan bagaimana level itu bisa diukur tidak membahayakan.
Menurut Beck, fase
tersembunyi(latensi) dari risiko sedang berakhir dan akan terungkap menjadi
risiko itu sendiri dan perspektif publik terhadapnya. Dalam menanggapi ini,
sebenarnya rasionalitas ilmiah sedang mengalami perpecahan antara yang
menyembunyikan (atau istilah jawa:”ngayem-ayemi awake dewek”), dengan yang
menggunakan rasionya untuk mengunkap risoko tersebut. Dalam perlembangan
kesadaran punlik akan risiko, menimbulkan dampak positif, Hal ini dapat
menimbulkan apa yang disebutkan beck sebagai solidertas benda hidup. Selain itu, kesadaran akan risiko menjadi kualifikasi penting bagi masyarakat
di era modern. Namun dengan mengakui risiko ini juga memberi dampak dinamika
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang besar membagi modernitas itu
sendiri. Untuk menguraikan dinamika yang sangat ruet ini, seharusnya meurut
beck kita mengkaji dampak dari modernitas dan bagaimana menyikapinya secara
menyeluruh.
Individualisasi Kesenjangan Sosial
Dalam
masyarakat modern, di negaran-negara kesejahteran barat, paremter-parameter
kehidupan sosial seperti kelas, kesadaran kelas, gender, dsb mulai memudar. Hal
ini dikarenakan masyarakat telah dilepaskan dari ikatan komitmen kelas menjadi
mengacu pada dirinya sendiri, atau bisa disebut individualisasi. Dengan prinsip
individualisme ini, seorang anggota masyarakat dipaksa memilih opsi-opsi
kelompok dan subkultur mana yang diinginkan dan sesuai dengan harapan mereka,
daengan kata lain, mereka mengambil suatu risiko. Karena seorang individu tidak
memiliki ikatan kelas sosial tertentu maka semuanya tergantung individu itu
sendiri. Risiko akan kehidupa yang terpuruk, atau tidak sejahtera bagi individu
semakin besar.
Sebenarnya
ada dampak positif dari itu semua, yaitu kebebasan individu yang lebih meyadari
akan potensi dan kontribusi diri terhadap masa depanya. Tentunya hal ini sangat
dipengaruhi oleh bagaimana individu membekali diri dengan konsekuensi-konsekuensi
pendukung kemakmuran seperti pendidikan, mobilitas dan persaingan.Namun,
pula membentuk pola interaksi yang disebut Marx sebagai pasar tenaga kerja. Pola inilah yang
membentuk kesenjangan sosial baru, bukan kesenjangan antar kelas, namun
kesenjangan antar individu. Kesenjangan ini, berpengaruh pada kehidupan sosial
lain selain ekonomi. Seperti dalam keluarga, masalah gender, sturktur sosial
lainnya. Khusus masalah gender, dibahas lebih dalam oleh Beck. Persoalan gender
didalam maupun luar keluarga merupakan warisan feodal dan pondasi masyarakat
kapitalis. Pada masyarakat risiko, persoalan ini tidak bisa dihilangkan, namun
justru berkembang. Dengan individualisasi masyarakat modern, terbukanya
kesadaran akan kesejajaran untuk memiliiki fungsi ekonomi yang sama antar
kelamin baik dalam maupun luar keluarga. Dengan kata lain, wanita sudah tidak
bergantung pada laki-laki lagi, dan laki-laki juga sedikit melepas tanggung
jawabnya atas pemenuhan ekonomi. Namun, melalui pasar tenga kerja yang
mengalami kelangkaan, dan juga masih tidak seimbang antara laki-laki dan
perempuan, justru menambah kesenjangan yang muncul diantara mereka. Diasatu
sisi mereka dilepas tanggungjawabnya, namun kesempatanya masih sulit. Untuk itu, Beck membuat tiga skenario yang
menurutnya bisa untuk perkembangan masa depan dalam hal ini yaitu: kembali ke
keluarga bentuk tradisional(inti), kesetaraan peran laki-laki dan wanita, dan
pembentukan peran diluar laki-laki dan wanita. Individualisasi pula akan
menyebabkan institusionalisasi, dan standarisasi kehidupan dengan situasi yang
baru. Seistem kerja penuh menjadi sistem setengah pengangguran.
Modernisasi Refleksif pada Generalisasi
Ilmu dan Politik
Pada bagian
ini merupakan gabungan dua kensep di bab awal tentang distribusi risiko dan
teorema individualisasi. Bagaiman proses modernisasi dapat bersifat reflektif
terhadap ilmu? Modernisasi yang reflekstif juga diasumsikan oleh Beck,
menghadapi sebuah dempkrasi yang maju dan suatu pengilmiahan yang mapan
mendorong kearah pelepasan(Enyrenzungen) yang khas ilmu dan politik. Monopoli
pada pengetahuan dan aksi politik menjadi terdiferensiasi, menjauhi tempat
semestinya dan menjadi tersedia secara umum. Sehingga otoritas dalam masyarakat
menjadi tidak jelas apakah ilmu, kelas sosial yang ada, atau demokrasi yang
berkembang. Dengan demikian risiko-risiko yang sedang muncul sekarang dibedakan
dari semua ciri yang lebih awal oleh lingkup masyarakat yang berubah, dan oleh
konstitusi ilmiah mereka yang khusus.
Dalam ilmu pengetahuan masyarakat industri,
ada untuk menjelasskan dan menghadapi alam. Sedangkan dalam masyarakat risiko,
ilmu mengkaji produknya sendiri. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan
terfeodalisasi. Pengetahuan yang tadinya adalah panutan ilmiah, menjadi sebuah
konsensus-konsensus, dan peperangan metodologi. Akibatnya, msyarakat awam dan
profesional dibidang ilmu terjadi kesenjangan. Dan kebebasan dalam menjalankan,
menginterpretasikan ilmu menjadi risiko yang berbaalik dari tujuan ilmu
obyektif untuk memberi pencerahan kemanusiaan. Karena itu, sekali lagi risko
bukanlah sumber bahaya karena kebodohan tapi pengetahuan.
Dalam
politik, risiko menjadi penggerak politisasi-diri atas modernitas dalam
masyrakat industri, dan perubahan
konsep, tempat, dan media politik. Modernisasi dan tekno-ekonomi menjafi salah
satu sub-politik baru bagi negara. Artinya yang tadinya bersifat non-politis
menajdi politis, dan sebaliknya. Dalam masyrakat risiko, modernitas
tekno-ekonomis dipatuhi dan dijalankan dengan mudahnya, mengalahkan demokrasi,
dan kebijakan pemerintah. Maka sub-politik mempolitisi dirinya sendiri dan
bahkan mengalahkan aspek politik utama.
KORELASI DENGAN MASYARAKAT MODERN
Konsep
masyarakat risiko menurut Beck, jelaslah sangat terasa dan relevan dalam kehidupan
masyrakat saat ini. Khususnya di indonesia, sudah berapa banyak bencana yang
terjadi akibat dari modernisasi? Banjir, dan tanah longsor yang seperti menjadi
langganan setiap musim penghujan. Dan kita tidak bisa lupa, bagaimana tragedi
lumpur lapindo di Siduarjo, Jawa timur. Ini semua merupakan salah satu dampak
dari pembangunan dan modernisasi yang coba ingin dicapai oleh bangsa kita. Di
tengah alam indonesia yang lestari ini, bahkan negara kita yang belum
terindustrialisasi sepenuhnya saja, risiko bencana dan kerusakan lingkungan
yang mengancam bagi kita saja sudah sebegitu banyaknya? Belum lagi
kebakaran-kebakaran hutan akibat pembukaan lahan perkebunan dan industri di
sumatera dan kalimantan. Belum lagi indonesia, melalui BATAN sedang mengembangkan
tenaga nuklir sebagai pemenuhan sumber energi agar bisa menjadi negara industri
dan modern. Hal ini akan meningkatkan risiko akan kehidupan kita, yang tentunya
diberi jaminan “Aman” dengan banyaknya syarat keamanan. Bagaimana jika satu
syarat keamanan saja tidak bisa terpenuhi? Terlebih lagi negara kita berada di
cincin api yang memiliki potrensi gunung meletus dan gempa bumi yang tinggi,
akan sangat berbahaya jika kita memiliki reaktor nuklir.
Dalam
kerhidupan sosial, di masyarakat yang sekarang ini tidak jauh berbeda dengan
apa yang dijelaskan oleh Beck. Masyarakat modern, semakin terindividualisasi
dan menimbulkan kesenjangan sosial. Mereka seolah tidak terikat dalam sisitem
sosial yang ada, dan hanya menyiapkan ‘bekal’ untuk kehidupan dan masa depannya,
entah melalui pendidikan dan perokonomian. Ini bisa dilihat melalui animo akan
pendidikan, terutama yang berpotensi tinggi dalam lulusannya untuk mendapat
pekerjaan yang terbaik.akhirnya, masyarakat membentuk solideritas organik yang
baru, ini terlihat kebanyakan di masyarakat perkotaan indonesia. Dengan
kesempatan yang beragam akan akses ‘bekal’ tersebut, dan individualisasi
masyarakat, maka akan menimbulkan kesenjangan baru antara si kaya dan miskin,
dan kesenjangan ini bukan karena kelas sosial tertentu seperti saat masyarakat
masih feodal, atau pra-industri. Ini lah salah satu risiko masyarakat sekarang
di bidang sosial. Dan jelas sudah terbukti dengan berapa jumlah pengangguran di
Indonesia? Atau negara lainnya? Berapa persen masyarakat kita yang masih
dibawah garis kemiskinan?
Dalam
pendidikan, masyarakat modern sekrang tidak peduli lagi dengan pendidikan
sebagai pencerahan. Namun, sebagai alat politis untuk mencapai kedudukan
tertentu melalui pasar tenga kerja. Lulusan pendidikan kurang begitu memperhatikan
bagainmana dan apakah itu kebenaran ilmu yang dipelajari, dan hanya
memanfaatkannya sebagai agen mobilitas. Akibatnya ilmu akan pudar sifat
kebenarannya, dan nantinya kita tidak memiliki patokan berbuat yang ‘benar’ dan
‘tercerahkan’ . itulah risiko masyarakat sekrang yang menurut Beck bisa
menimbulkan maslah. Terbukti denga banyaknya pelanggaran seperti korupsi,
penyelewenggan, penyalahgunaan jabatan, hukum yang tidak adil, adalah implikasi
negatif dari hal tersebut yang terliha nyata dalam kehidupan keseharian
masyarakat kita.
Dalam
hal politik, dimana menurut Beck bahwa sumber-sumber politik akan kehilangan
sifat politisnya, dan sebaliknya yang tidak bersifat politis menjadi
dipolitisai juga terliha tjelas lagi-lagi di dunia pendidikan. Sarana ini, yang
tadinya tidak bersifat politik, menjadi sub-politik yang sangat potensial untuk
melakukan aksi politik dan menyembunyikan kepentingan politik dibaliknya.
Seperti soal kurikulum, sistem pendidiakan, kriteria lulusan, yang diatur
dengan seenaknya dan dipercaya untuk dipatuhi. Inilah sifat politis yang hadir,
yang sayangnya sifat negatif dari politik.
KESIMPULAN
Menurut
saya, apa yang dikatakan Ulrich Beck tentang masyarakat berisiko yaitu bentuk
masyarakt yang tidak hanya disibukan oleh masalah kelangkaan dalam pemenuhan
kebutuhan tetapi juga masalah risiko yang dihadapinya tidak jauh dari kenyataan
saat ini. Ditengah masyafrakat yang menuju ke bentuk perubahan yang baru, kita
ditimpa akan ketidak stabilan dan ketidakpastian-ketidakpastian yang mengancam
kehidupan kita secara alami, maupun sosial. Untuk itu, pandangan Beck melihat
masyarakat indistri dengan kacamatga masyarakat risiko menjadi penting bagi
kita untuk membantu memahami bagaimana bisa perubahan terjadi dan menuju ke
arah mana perubahan tersebut akan bergulir? Bukan berarti pandangan Beck ini
bisa menjelaskan secara gamblang, mempredikisi, dan merumuskan idealitas
bagaimana seharusnya kita menjadi, tetapi sebagai cara pandang untuk menghadapi
masalah masalah yang mungkin akan dan pasti timbul dalam masyarkat risiko.
Melalui
buku dari Beck, kita diajak mengenali diri kita, yang hidup di tengah –tengah
masyrakat yang bercita-cita inging menjadi modern. Bagaimana kita
terindividualisasi, dan mulai memudar dari ikatan kelas, struktur sosal, bahkan
agen sosial seperti keluarga, orang sekarang lebih memilih istilah “kumpul ora kumpul sing penting mangan” (tidak
bersama keluarga dekat bukan maslah yang penting sejahtera)dari pada “mangan ora mangan waton kumpul”(susah
tidak apa, yang pentig bersama keluarga) orang sudah mau merantu jauh,
bermigrasi, transmigrasi, bahkan bekerja diluar negeri untuk memenuhi
kehidupannya ketimbamg berkumpul dengan keluarganya. Padahal, dimasa lampau
keluarga adalah yang paling diutamakn sebagai agen reproduksi, afeksi, juga
sebagai agen produksi. Bentuk baru ini yang menurut Beck akan menimbulkan
kesenjangan baru pula, patut kita waspadai. Kesenjangan baru sulit untuk
diselesaikan, karena bukan maslah kesenjangan antar kelas dimana kita bisa
menghadirkan konsensus diantaranya, melainkan kesenjangan individu tetaoi
dengan kompleksitas interaksi kenjanganya.
Yogyakarta, 3 Maret 2016
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar